My Coldest CEO

21| Confusing Circumstances



21| Confusing Circumstances

0Di rumah yang cukup megah, melakukan pekerjaan yang menjadi bagiannya. Di sini lah Felia, mengelap peluh yang keluar dari pelipisnya. Tubuhnya sudah lengket, bertepatan dengan pekerjaan yang sudah selesai ia laksanakan. Hari masih sore, dan sang pemilik rumah pada hari ini tidak datang berkunjung.     

Dan ya, sambil menenteng towel putih yang sudah berwarna abu-abu akibat terkena debu di berbagai peralatan rumah yang ia bersihkan, Felia berjalan menuju ruangan khusus untuk mencuci. Di sana, ada keranjang untuk baju kotor dan juga untuk peralatan rumah tangga yabg sekiranya harus di cuci jika kotor.     

Menaruh towel itu di sana, lalu kembali keluar dari ruangan tersebut. Mungkin rencananya untuk sore ini, ia akan pergi ke supermarket? Berbelanja untuk kebutuhan rumah ini untuk sekedar stok makanan yang sekiranya minimal bertahan satu minggu. Dan juga ia memerlukan camilan untuk acara menonton yang diadakan setiap malamnya.     

Setelah menatap ke seluruh ruangan, dan memastikan sudah bersih ia langsung saja keluar rumah dari pintu belakang, mengarahkan dirinya ke bangunan yang di sebut 'rumah'.     

Masuk ke dalam rumah kecilnya, lalu membuka sandal dan di taruh pada sudut ruangan.     

"Kalau bekerja tanpa mengeluh, rasanya cepat banget selesai dari waktu biasanya." gumamnya sambil terkekeh kecil.     

Felia yang memang sudah dasarnya cantik itu terlihat natural walaupun tanpa sapuan make up.     

Ia melangkahkan kakinya, berjalan menuju kamar mandi minimalis yang mungkin saja hanya sepetak. Tidak bisa di pakai untuk berdansa saat menyisir rambut, tidak ada juga cermin lebar dan besar yang mungkin saja memiliki ukuran setengah dari ruangan rumahnya.     

"Nanti kalau misalnya aku jadi kaya, mau guling-gulingan di atas lantai kamar mandi juga bisa ya." gumamnya, kembali terkekeh.     

Ia gemar sekali membayangkan hal yang memang sudah pasti tidak akan pernah teraih. Di umur yang matang untuk menikah, ia masih sibuk mengejar materi supaya kebutuhan hidupnya tercapai.     

Felia melucuti pakaian dan juga dalaman, sampai kini keadaan naked sudah terlihat jelas. Body yang memang lebih kurus dari milik Azrell, namun memiliki kedua bongkahan payudara yang padat. Ukuran pas untuk di genggam, sudah pasti menjadi idaman para laki-laki di tambah mahkotanya yang merona merah.     

Poin positifnya, ia tidak pernah di sentuh oleh laki-laki manapun. Jadi, siapapun nanti yang akan menjadi pasangannya akan merasa berkali-kali lipat beruntung mendapatkan seorang Felia.     

Seperti biasa, mandi di siram langsung dari air keran menggunakan selang seolah-olah itu adalah gagang shower sudah membuat Felia merasa senang. membasahi seluruh tubuhnya, lalu di pakaian sabun dan juga shampo khusus rambut kepalanya.     

Wangi stroberi menyeruak di setiap sudut ruangan kamar mandi. Ia gemar memakai berbagai macam wangi, ya yang terpenting membuat dirinya tercium segar dan tidak bau apek, itu saja.     

10 menit kemudian ...     

Sudah selesai dengan acara mandi, Felia kini mengenakkan pakaian dalamnya yang berwarna senada --hitam-- dihiasi renda yang terkesan hot dan sexy. Namun, karena sudah terbiasa memakai baju yang longgar, semua keindahan di tubuhnya tidak pernah tereskpos jelas kecuali saat memakai dress beberapa hari yang lalu.     

Tanktop di padukan dengan hoodie adalah atasan yang cocok bagi dirinya, lalu mengenakkan bawahan jeans hotpants. Meraih tas selempang dan ponselnya yang berada pada satu tempat sama, lalu mulai memasukkan benda pipih ke dalam tasnya untuk segera di sampirkan ke tubuh.     

"Waktunya belanja dengan uang yang tentu saja selalu minimalis."     

"Gak sabar nanti di super market ada diskon apa aja, ya?"     

"Nanti kalau ada daging, lebih baik beli itu saja untuk menu makan malam sambil menonton televisi mungkin?"     

Felia menarik napasnya, sial ia tergiur! Kalau sudah membayangkan suatu hal menarik, pasti akan memicu timbulnya ekspetasi yang berlebihan. memang menyebalkan sekali.     

"Tapi kayaknya kentang goreng pakai saus itu sudah terlewat cukup,"     

Berjalan ke arah tempat di mana sandalnya tadi tergeletak, lalu memakai kembali. Tidak mengunci pintu rumah ya karena isinya tidak ada yang penting, lalu langsung saja berjalan cepat ke arah pintu gerbang rumah ini.     

Membuka gerbang dan menutupnya kembali, lalu melihat ke layar ponsel untuk memesan taxi online terdekat supaya bisa mengantarkannya ke supermarket. "Hah? kok baterainya habis sih?" pekiknya dengan nada kebingungan.     

"Ah iya, tadi aku pakai setelah menelepon Ica dan di letakkan begitu saja. Bagus Felia, kamu sendiri yang mempersulit keadaan.     

Mau tidak mau, ia harus berjalan di sepanjang jalan untuk keluar dari perumahan ini dan menuju halte untuk mengunggu bus di sana.     

"Huh, menyebalkan."     

Felia mengerucutkan bibirnya dengan sangat lucu, daripada banyak mengeluh lebih baik ia segera melangkahkan kakinya untuk menuju tempat pemberhentian bus.     

Dengan langkah gontai, terpaksa Felia menelusuri jalanan dengan raut wajah masam. Niatnya sambil have fun walaupun dengan berbagai macam bahan-bahan rumah tangga, tapi jadi apes.     

Tin     

Tin     

Felia menghentikan langkahnya ketika sebuah mobil sport yang sedang melaju mulai menepi ke arah dirinya. Ia menaikkan sebelah alisnya, pasalnya kalau itu Azrell tidak mungkin karena ini masih termasuk jam kerja.     

"Siapa ya? Jangan-jangan mau culik aku,"     

Memundurkan langkahnya, supaya tidak terlalu dekat-dekat dengan seseorang yang akan keluar dari dalam mobil yang sudah berhenti tepat di sampingnya.     

Dahi Felia berkerut melihat seorang laki-laki yang berada di dalam sana. Sosok itu keluar dari mobil sambil menyibakkan rambutnya dengan gaya sok keren yang sialnya memang keren dan menambah kesan tampan yang menyeruak kental dari dalam tubuhnya.     

"Tuan Leo?" tanyanya dengan nada ragu. Menyapa laki-laki tersebut yang memakai pakaian casual seperti kaos hitam yang tampak ketat di tubuhnya, celana jeans hitam, dan jangan lupakan sneakers yang sudah menjadi alas kakinya.     

Sungguh, penampilan CEO yang biasa menjadi ciri khasnya dengan tuxedo mahal terlempar sudah. Kini menjadi terlihat seperti layaknya Hot Daddy, oh bukan hanya hot tapi juga menyandang gelar Sugar Daddy.     

Meneguk salivanya, Felia merasa pangling dengan penampilan Leo saat ini. Bahkan ia sempat menahan napasnya, hei jangan biarkan perasaan kagum menyeruak luas yang berakhir membingkai setiap sudut di hatinya!     

"Iya, dengan saya sendiri." ucap Leo.     

"Tuan ngapain di sini? ingin ke rumah teman atau berkunjung ke rumah kolega, kah?" tanya Felia. Ia kalau sudah pernah mengobrol dengan orang tersebut, maka seterusnya akan santai dan berbicara dengan nada bicara sopan. Jadi, kalau terdengar seperti sok akrab, ya tidak juga karena memang mereka sudah pernah bertemu sebelumnya.     

Leo menaikkan bahunya, tidak memiliki jawaban yang pantas untuk menjawab pertanyaan Felia. "Niatnya hanya berjalan-jalan saja," ucapnya. Tentu saja ia menjawab dengan kalimat seadanya.     

'Sekalian modus...' sambung Leo di dalam hati. Laki-laki yang memang tidak punya tujuan, mengambil cuti karena habis pulang dari Mexico bukannya istirahat malah berjalan-jalan tidak jelas.     

Felia yang merasa aneh pun menatap Leo dengan tidak percaya. "Masa sih? kenapa berjalan-jalannya ke sini?" tanyanya.     

Leo kehilangan banyak kata-kata, lalu menggaruk pelipisnya yang sama sekali tidak gatal. Meringis kecil sambil membuka kacamata yang membingkai di hidung mancungnya. "Kamu ingin kemana?" tanyanya yang mengalihkan pembicaraan. Tidak ingin membahas topik mengenai dirinya yang tiba-tiba berada di sini.     

"Oh ini, aku ingin pergi ke supermarket." ucap Felia sambil menyunggingkan sebuah senyuman manis. Ia bahkan tidak sadar kalau Leo sedang mengalihkan pembicaraan mereka, namanya juga wanita yang selalu gagal fokus jadi suka sekali tidak menyadari hal yang sederhana.     

"Kalau begitu, saya antar ya?"     

"Tidak Tuan, terimakasih banyak. Masih ada bus yang bisa mengantar aku ke supermarket, lebih baik Tuan berjalan-jalan ke laik tempat saja." tola Felia dengan halus.     

Ia sadar kalau laki-laki yang berada di depannya ini sudah menyakiti hati Azrell, bahkan ia sempat kesal dengan hal itu.     

"Loh kenapa? biar sekalian jalan daripada kamu menelusuri sepanjang jalan sampai keluar komplek, lebih milih mana?"     

Mendengar pertanyaan Leo, kedua bola mata Felia langsung saja melihat jalanan yang mengarah ke luar perumahan. Memang terlihat dekat sih, karena jarak pandang mata yang terbatas, tapi kalau di rasakan pasti jauh juga. Menggigit bibir bawahnya, ia merasa bimbang. Kalau menerima, takutnya ada selisih paham dengan Azrell. Tapi kalau tidak menerima, bisa-bisa nanti ia pulang telat hanya untuk ke supermarket saja. Ah memang tidak pernah memiliki pilihan lain.     

Menghembuskan napasnya, ia berdialog dalam hati seolah-olah tengah meminta maaf sebesar-besarnya pada Tuhan. Kalau nanti apa yang dilakukannya kini menimbulkan suatu masalah di kemudian hari.     

"Baiklah kalau begitu, aku ikut dengan mu, Tuan. Terimakasih atas tumpangannya," ucapnya yang menyetujui tawaran Leo.     

Sedangkan laki-laki tersebut? Ia sudah mengulum sebuah senyuman geli karena ekspresi Felia benar-benar menggemaskan. Menganggukkan kepalanya, lalu menghampiri pintu mobil yang berada tepat di samping pengemudi. "Silahkan masuk," ucapnya dengan lembut.     

Felia menganggukkan kepalanya dengan gerakan kaku, lagi-lagi di perlakukan spesial. "Terimakasih, Tuan." gumamnya dengan nada kecil, menunduk malu karena tidak pantas mendapatkan perlakuan layaknya seorang putri kerajaan. Ia mulai masuk ke dalam mobil tersebut, bersamaan dengan pintu yang tertutup, ia memasang seat belt di tubuhnya.     

Setelah mereka berdua sudah berada di dalam mobil dengan Leo yang menempati posisi kursi pengemudi dan juga memakai seat belt untuk menjaga keamanan berkendara. "Sudah siap?" tanyanya, sekedar berbasa-basi.     

"Sudah, Tuan." jawan Felia sambil mengulas sebuah senyuman yang sangat tipis.     

Kedua tangan Felia saling meremas satu sama lain, rasa gugup sampai membuat dadanya berdegup kencang sudah menjadikan perasaan yang saat ini mewakili dirinya. Astaga, untuk yang kedua kali ia berada di dalam mobil bersama dengan Leo. Bahkan, kini mobilnya sudah berbeda bukan yang kemarin lagi.     

Jangan-jangan Leo agen mobil? Ah tidak, abaikan saja pemikiran Felia yang sangat bodoh dan terdengar konyol ini.     

"Kalau begitu, jangan terlalu tegang saat bersama saya, biasa saja."     

"E-eh? Iya Tuan, maaf."     

Merutuki dirinya dalam hati, Felia merasa benar-benar bodoh karena ketahuan kalau dirinya ini mengalami serangan panas dingin secara mendadak. Lagipula, bagaimana bisa Leo dengan kebetulan ada di pekarangan rumahnya seperti ini?     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.